MODEL-MODEL DALAM PENGELOLAAN KELAS MAKALAH
MODEL-MODEL
DALAM PENGELOLAAN KELAS
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Peserta Didik
Dosen Pembimbing :
Dr. Badrudin, M.Ag
![]() |
|||||
![]() |
![]() |
||||
Disusun:
Aris Budiono 1142010013
Asep Sukma 1142010014
Fitriyah Ekawati 1142010025
Haifa Nuha R. 1142010029
PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT atas petunjuk, rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah “ManajemenKelasEfektif”
tanpa
ada halangan apapun sesuai dengan waktu yang telah ditentukan untuk memenuhi
tugas mata kuliah manajemen madrasah.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, serta sahabat-sahabatnya dan kepada umatnya hingga akhir
zaman.
Dengan ini kami
menyadari bahwa makalah
ini tidak akan tersusun dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagaisumberreferensi.Oleh karena itu, pada
kesempatan ini tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih atasberbagaisumberreferensibaikbukumaupun internet
demi tersusunnyamakalahini.
Kami menyadari
bahwamakalahinimasih jauh dalam
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir kata, kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penyusunan makalahini terdapat banyak
kesalahan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi kami dan pada umumnya bagi pembaca.
Bandung
, 01 Maret 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR
ISI ...................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A.
Latar
Belakang ......................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah .................................................................................... 1
C.
Tujuan........................................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A. Beberapa
Masalah dan Pemecahan Masalah Manajemen Kelas................ 3
B. Konsep
Tradisional Manajemen Kelas...................................................... 7
C. Konsep Modern
Manajemen Kelas........................................................... 8
BAB
III PENUTUP............................................................................................ 17
A.
Kesimpulan................................................................................................ 17
B.
Saran.......................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 19
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Model dalam pengelolaan kelas
Dalam
kamus besar bahasa indonesia model diartikan sebagai pola (contoh, acuan, ragam
dan sebagainya) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.
Model
adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau
dihasilkan (Departemen P dan K, 1984:75). Definisi lain dari model adalah
abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta
mempunyai tingkat presentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah
abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat
dari kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1983: ix – xii).
Sedangkan
pengelolaan kelas menurut Ahmad (1995:1) menyatakan “Pengelolaan kelas adalah
segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang
efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik
sesuai kemampuan”. Pengelolaan kelas merupakan
usaha sadar, untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis.
Usaha sadar itu mengarah pada persiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan
alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi/kondisi proses
belajar mengajar dan pengaturan, waktu, sehingga proses belajar mengajar
berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.
Apabila
antara pendekatan, prinsip, strategi, metode, prosedur dan teknik pengelolaan
kelas sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa
yang disebut dengan model pengelolaan kelas.
Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pengelolaan kelas merupakan
bentuk pengelolaan kelas yang tergambar dari awal hingga ahir yang disajikan
secara khas oleh guru, atau bisa dikatakan dengan kata lain bungkus atau bingkai
dari penerapan suatu pendekatan, prinsip, strategi, metode, prosedur dan teknik
pengelolaan kelas.
Tugas
utama guru adalah menciptakan suasana didalam kelas agar terjadi interaksi
belajar mengajar yang dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik dan
bersungguh-sungguh. Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang turut
menentukan berhasil tidaknya pengajaran, dalam arti tercapainya
tujuan-tujuan intruksional, sangat bergantung kepada kemampuan mengatur kelas.
Untuk menciptakan suasana yang dapat menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan
prestasi belajar siswa, dan lebih memungkinkan guru memberikan bimbingan dan
bantuan terhadap siswa dalam belajar, untuk itu diperlukan model pengelolaan
kelas yang bervariasi.
B. Model-Model dalam Pengelolaan Kelas
Terdapat
beberapa model dalam pengelolaan kelas yang dapat diaplikasikan dalam proses
pembelajaran, yaitu model humanistik, model democratik, model behavioristic dan
model konstruktivis.
1. Model Humanistik
Aplikasi
teori belajar humanistik dalam prakteknya cenderung mendorong siswa untuk
berpikir induktif (dari contoh ke konsep, dari konkrit ke abstrak, dari khusus
ke umum, dan sebagainya). Teori ini mementingkan faktor pengalaman
(keterlibatan aktif) mahasiswa di dalam proses belajar.
Prinsip-prinsip dasar humanistik yang
penting diantaranya ialah;
a.
Manusia itu
mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b.
Belajar yang
signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud-maksud sendiri.
c.
Belajar yang
menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d.
Tugas-tugas
belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e.
Apabila ancaman
terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara
yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f.
Belajar yang
bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g.
Belajar
diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawabterhadapprosesbelajaritu.
h.
Belajar
inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun
intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam danlestari.
i.
Kepercayaan
terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama
jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j.
Belajar yang
paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai
proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Model
humanistic dalam pengelolaan kelas menekankan pada faktor keunikan dan rasa
dignity setiap individu pebelajar. Orientasi pendekatannya lebih condong ke
student-centered. Pada model ini, intervensi pembelajar sangat dikurangi,
bahkan lebih menitikberatkan pada partisipasi aktif pebelajar dalam proses
pembelajaran di kelas, sistem supervise, dan pengembangan internal individu
pebelajar. Model ini dikembangkan oleh Carl Roger.
Menurut
Rogers dan Freiberg (1994), tujuan dari model humanistic dalam pengelolaan
kelas adalah perkembangannya self-descipline (disiplin diri) pebelajar.
self-descipline diartikan sebagai pengetahuan
dan pemahaman mengenai diri sendiri dan kegiatan-kegiatan yang
dibutuhkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan diri sebagai seseorang. Tujuan
inilah yang harus di fasilitasi oleh pembelajar sebagai fasilitator dan bukan
manajer kelas. Sebagai fasilitator, pembelajar di tuntut dapat memberikan
fasilitasyang mampu mengakomodir seluruh potensi berkembang pebelajar, agar
pebelajar dapat terlibat aktif dalam pembelajaran.
Michael
Marland (1975) juga mendiskripsikan beberapa strategi yang dapat dikembangkan
dalam pengelolaan kelas model humanistic, yang mencakup:
a.
Mempedulikan
pebelajar (caring for children),
pembelajar harus menunjukkan sikap peduli kepada pebelajar.
b.
Membuat aturan (setting
rules).
c.
Memberikan
penghargaan (giving legtimate praise).
d.
Menggunakan
humor (using humor).
e.
Merancang dan
membentuk lingkungan belajar (shaping the learning environment).
2. Model Demokratis
Model
demokratik juga sangat menghargai perbedaan dan hak-hak individual pebelajar dan
bahkan menekankan pada pentingnya kebebasan bersuara. Model ini, para pebelajar
diberikan hak dan kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam mengambil
keputusan mengelola kelas mereka. Pembelajaran yang diterapkan adalah relatively
student-centerd. Pada saat yang sama
pula, peran pembelajar dalam mengelola kelas juga besar. Terkadang para
pembelajar diharapkan mampu menunjukkan alasan yang rasional untuk menerima
perilaku pebelajar. Model ini diperkenalkan oleh Kounin dan Dreikurs.
Kounin
(1970) menyatakan bahwa pembelajar yang sukses
dalam mencegah perilkau yang menyimpang dari para pebelajar adalah lebih
penting daripada hanya melakukan tindakan penanganan terhadap perilaku
menyimpang pada saat perilaku tersebut terjadi. Dalam peribahasa indonesia
dikenal dengan “mencegah lebih baik daripada mengobati”.
Ada
tiga cara bagi para pembelajar yang dapat digunakan untuk memprtahankan dan
memelihara focus pebelajar dalam proses pembelajaran. Yaitu:
a.
Mengembangkan
cara-cara yang dapat membuat para pebelajar memiliki sikap tanggung jawab,
seperti: pemberian tugas individual, presentasi, produk dan uji kompetensi.
b.
Menggunakan
kelompok, dan
c.
Memformat kelas
atau materi pelajaran yang minim dengan kebosana.
3. Model
Behaviristik
Behavioristik
merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks
sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Teori
behavioristik mengatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan
tingkah laku. Pandangan behavioristik mengakui pentingnya masukan atau input
yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan
apa yang terjadi di antara stimulus dan respons dianggap tidak penting
diperhatikan sebab tidak bisa diamati dan diukur. Yang bisa diamati dan diukur
hanyalah stimulus dan respons.
Model
Behaviristik dalam pengelolaan kelas menekankan pada peran vital pembelajar dan
arahan atau instruksi dari pembelajar. Hal ini didasarkan Atas keyakinan bahwa
perilaku menyimpang merupakan hasil dari kegagalan untuk mempelajari perilaku
yag di inginkan. Model ini menganjurkan adanya atau diberlakukannya
konsekwensi-konsekwensi perilaku dalam usaha meminimilasi masalah di kelas,
disamping menggunakan perilaku- perilaku tersebut untuk mengoreksi jika
perilaku menyimpang tersebut diulang atau terjadi kembali. Model ini berasal
dari teori operant conditioning skinner, dan model assertive dari canter.
Titik
tekan model Behaviristik adalah pada modifikasi perilaku yang dianggap sebagai
aspek korektif. Dengan demikian, jika ada perilaku menyimpang, maka perlu
dilakukan koreksi dengan tujuan untuk meminimilasi atau mengubah perilaku
tersebut.
Model
Behaviristik dalam pengelolaan kelas dijalankan secara kaku dan berstandar,
jika ada pebelajar melakukan kesalahan seperti: berbicara keras, atau
lari-lari, maka mereka akan bertindak dengan hukuman melalui pengurangan
point-point yang di dapatkan sebelumnya. Dalam model ini, penggunaan reinforcement
(penguatan) juga lebih diberikan, dengan tujuan untuk meminimalisir dan
mengontrol perilaku menyimpang para pebelajar.
4. Model
Konstruktivis
Teori
belajar kontruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan
(konstruksi) pengetahuan oleh si belajar itu sendiri. Pengetahuan ada dalam
diri seseorang. Si pelajar dihadapkan kepada lingkungan belajar yang bebas.
Kontruktivistik menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam ,
pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa.
Jika
seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya , meskipun usianya tua tetap
tidak akan berkembang pengetahuannya . Suatu pengetahuan diangap benar bila
pengetahuan itu berguna menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang
sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing – masing orang.
Model
ini merupakan terjemahan dari konsep Deporter (2000) yaitu mengorkestrasi
lingkungan yang mendukung. Sebagai pancaram dari aliran konstruktivis,
tentunyan model ini lebih berpihak pada pendekatan pembelajaran student-centered
seperti pada model humanistik dan model demokratik.
Senada
dengan Dick, Degeng (2000) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasiskan
konstruktivisme memiliki ciri-ciri sebagai berikut;
a.
Pengetahuan
adalah non-objektif, temporer, selalu berubah dan tidak menentu.
b.
Belajar adalah
penyusunan pengetahuan dari pengalaman kongkrit, aktivitas kolaboratif, dan
refleksi serta interpretasi.
c.
Mengajar adalah
menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam menggali makna serta menghargai
ketidakmenentuan.
d.
Mind berfungsi
sebagai alat untuk menginterpretasi peristiwa, objek atau prespektif yang ada
dalam dunia nyata sehingga muncul makna yang unik dan individualistik.
e.
Si pembelajar
bisa memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari.
f.
Segala sesuatu
bersifat temporer, berubah, dan tidak menentu.
g.
Ketidakteraturan.
h.
Si pebelajar
dihadapkan kepada lingkungan belajar yang bebas.
i.
Kebebasan
merupakan unsur yang sangat esensial.
j.
Kontrol belajar
di pegang oleh si pebelajar.
k.
Tujuan
pembelajaran menekankan pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktivitas
kreatif-produktif dalam konteks nyata.
l.
Penyajian isi
menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari
keseluruhan ke bagian (deduktif).
m.
Pembelajaran
lebih banyak di arahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan si pebelajar.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah,
Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar
Mengajar. Rineka Cipta, Jakarta.
Imam,
Azhar. 2013. Pengelolaan Kelas dari Teori ke praktek. Yogyakarta.
Insyira.
Komentar
Posting Komentar