PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH
Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu :
Sunarno, M.Pd.
Disusun Oleh :
Haifa Nuha Rozanatullah
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
HUSNUL KHOTIMAH
KUNINGAN
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT., karena atas
rahmat, karunia, dan kuasa-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pendidikan Islam pada Masa
Dinasti Abbasiyah”
tanpa ada halangan apapun sesuai dengan waktu yang telah ditentukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW., para sahabatnya dan kepada umatnya hingga akhir zaman.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari
bahwa makalah ini tidak akan
tersusun dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai sumber referensi baik internet maupun buku. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini tidak lupa juga penulis
mengucapkan banyak terima kasih atas
berbagai sumber referensi demi tersusunnya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini tidak luput dari kekurangan.
Untuk itu, saran dan kritik konstruktif yang membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, dengan
segala kerendahan hati,
penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya apabila dalam penyusunan makalah
ini
terdapat banyak kesalahan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis
dan pada umumnya bagi pembaca.
Kuningan, 09 November 2015
Penulis
|
i
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................ 2
C. Tujuan.............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 3
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah............................................................. 3
B. Kemajuan
Pendidikan Islam pada Masa
Dinasti Abbassiy............................. 6
C. Tujuan
Pendidikan Islam pada Masa
Dinasti Abbasiyah................................ 11
D. Tingkat
Pengajaran Pendidikan Islam pada Masa
Dinasti Abbasiyah............ 12
E. Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam pada Masa Dinasti
Abbasiyah............ 13
F.
Kurikulum Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah.......................... 16
G. Metode
Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah............................... 17
BAB III PENUTUP................................................................................................. 19
A. Kesimpulan...................................................................................................... 19
B. Saran................................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 21
ii
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berkembangnya pendidikan
islam erat kaitannya dengan sejarah islam, karena proses pendidikan Islam telah
berlangsung sepanjang sejarah islam, dan berkembang
sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat Islam. Para ahli sejarah
menyebut bahwa sebelum muncul sekolah dan universitas, sebagai lembaga
pendidikan formal, dalam dunia Islam sesungguhnya sudah berkembang
lembaga-lembaga pendidikan slam non formal, diantaranya adalah masjid.
Pada masa Nabi, masjid
bukan hanya sebagai sarana ibadah, tapi juga sebagai tempat menyiarkan ilmu
pengetahuan pada anak-anak dan orang-orang dewasa, disamping sebagai tempat
peradilan, tempat berkumpulnya tentara dan tempat menerima duta-duta asing,
bahkan di masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, masjid yang didirikan
oleh penguasa umumnya dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas pendidikan
seperti tempat belajar, ruang perpustakaan dan buku-buku dari berbagai macam
disiplin keilmuan yang berkembang pada saat itu. Sebelum al-Azhar didirikan di
Kairo, sesungguhnya sudah banyak masjid yang dipakai sebagai tempat belajar,
tentunya dengan kebijakan-kebijakan penguasa pada saat itu.
Islam mengalami kemajuan
dalam bidang pendidikan, terutama pada masa Dinasti Abbasiyah. Pada saat itu,
mayoritas umat muslim sudah bisa membaca dan menulis dan dapat memahami isi dan
kandungan al-Quran dengan baik. Pada masa ini murid-murid di tingkat dasar
mempelajari pokok-pokok umum yang ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang
beberapa masalah.
Pendidikan di tingkat
dasar ini diselenggarakan di Kuttab, dimana al-Quran merupakan buku teks wajib.
Pada tingkat pendidikan menengah diberikan penjelasan-penjelasan yang lebih
mendalam dan rinci terhadap materi yang sudah diajarkan pada tingkat pendidikan
dasar. Selanjutnya pada tingkat universitas sudah diberikan spesialisasi,
pendalaman dan analisa. Dengan mempelajari
sejarah Islam terutama dalam bidang pendidikan, umat Islam dapat mengambil contoh
pola pendidikan Islam pada masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW, sahabat
dan ulama’ setelahnya.[1]
Berdasarkan
uraian diatas, saya akan membahasnya dalam makalah yang berjudul “Pendidikan
Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah ”
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
sejarah berdirinya dinasti abbasiyah?
2.
Bagaimana kemajuan pendidikan islam pada masa dinasti abbassiyyah?
3.
Apa tujuan pendidikan islam pada masa dinasti abbasiyah?
4.
Bagaimana tingkat pengajaran pendidikan islam pada masa
dinasti abbasiyah?
5. Bagaimana lembaga-lembaga pendidikan islam pada masa dinasti abbasiyah?
6. Bagaimana kurikulum pendidikan islam pada masa
dinasti abbasiyah?
7.
Bagaimana metode pendidikan islam pada masa dinasti
abbasiyah?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui
sejarah berdirinya dinasti abbasiyah
2.
Untuk mengetahui kemajuan pendidikan islam pada masa dinasti abbassiyyah
3.
Untuk mengetahui tujuan pendidikan islam pada masa dinasti
abbasiyah
4.
Untuk mengetahui
tingkat pengajaran pendidikan islam
pada masa dinasti abbasiyah
5.
Untuk mengetahui lembaga-lembaga pendidikan islam pada masa dinasti abbasiyah
6. Untuk
mengetahui kurikulum pendidikan islam
pada masa dinasti abbasiyah
7.
Untuk mengetahui
metode pendidikan islam pada masa dinasti
abbasiyah
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan
dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al-Abbas, paman Rasulullas SAW, sementara
Khalifah Pertama dalam pemerintahan ini adalah Abdullah Ash-Shaffah Bin
Muhammad Bin Ali Bin Abdullah Bin Abbas Bin Abdul Muthalib.
Dinasti Abbasiyah
didirikan pada tahun 132 H./750 M, oleh Abul Abbas Ash –shaffah, dan sekaligus
sebagai Khalifah pertama.kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang
waktu yang panjang,yaitu selama lima abad dari tahun 132-656 H (750 M-1258 M ).
Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah
dikumandangkan oleh Bani Hasyim (alawiyun) setelah meninggal Rasulullah dengan
mengatakan behwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunan rasulullah dan
anak-anaknya.
Sebelum berdiri
Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat kegiatan,
antara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan
perananya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar pama Rasulullah SAW, Abbas
Bin Abdul Muthalib. Darimana Al-Abbas paman rasulullah inilah nama ini
disandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaymah,Khuffah,dan
Khurosan. Humaimah merupakan tempat yang tentram , bermukim dikota itu Bani
Hasyim, baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas. Khufah
merupakan wilayah penduduknya menganut aliran syiah, pendukung Ali Bin Ali
Thalib, yang selalu bergolak dan ditindas oleh Bani Umayyah. Khurosan memiliki
warga yang pemberani, kuat fisik,teguh pendirian,tidak mudah terpengaruh
nafsuh,dan tidak mudah bingung terhadap kepercayaan yang menyimpang,
disanalah yang diharapkan dakwa kaun Abbasiyah mendapat dukungan.
3
|
Propraganda
Abbasiyah dilaksamakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan
rahasia . akan tetapi, Imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan
mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh Khalifah Umayyah
terakhir, Marwan Bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan Dinasti
Umayyah dan dipenjarakan diharan sebelum akhirnya eksekusi. Ia mewasiatkan
kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia
akan terbunuh, dan memerintahkan untuk pindah kekuffah. Sedangkan pemimpin
propaganda dibebankan kepada Abu Salamah. Segeralah Abul Abbas pindah dari
Humayyah ke kuffah diiringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu
ja’far ,Isa Bin Musa,dan Abdullah Bin Ali.
Pengusa Umayyah
diupah ,Yazin Bin Umar Hubairah, ditaklukkan di oleh Abbasiyah dan diusir
diwasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah selanjutnya berkemah dikufah yang
telah ditaklukkan pada tahun 132 H. Abdullah Bin Ali, salah seorang paman Abul
Abbas diperintahkan untuk mengejar khalifah Umayyah terakhir , Marwan bin
Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat dipukul
didaratan rendah sungai Zab.
Masa kekuasaan Bani Abbasiyah
Selama dinasti Bani Abbasiyah berdiri pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,
sosial, dan budaya. Berdasarkan pola pemerinthan itu, para sejarawan biasanya
membagi kekuasaan Bani Abbasiyah pada empat periode :
1.
Masa Abbasiyah
I, yaitu semenjak lahirnya dinasti Abbasiyah tahun 132 H/750 M sampai
meninggalnya khalifah Al-Watsiq 232 H/847 M.
2.
Masa Abbasiayah
II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H/847 M sampai berdirinya
Daulah Buwaihiyah di Baghdad tahun 334 H/946 M.
3. Masa
Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya Daulah Buwaihiyah tahun 334 H/946 M sampai
masuknya kaum Saljuk ke Baghdad Tahun 447 H/1055 M.
4. Masa
Abbasiyah IV, yaitu masuknya kaum saljuk di Baghdad tahun 447 H/1055 M sampai
jatuhnya Baghdad ketangan bangsa Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun
656 H/1258 M.[2]
Masa Kejayaan Peradaban Bani
Abbasiyah
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah
mencapai masa keemasan, secara politis para khalifah memang orang-orang yang
kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus Agama. Disisi lain kemakmuran
masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan
landasan bagi perkembangan Filsafat dan ilmu pengetahan dalam Islam.
Peradaban dan kebudayyan Islam berkembang dan tumbuh mencapai kejayaan pada masa Bani Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan pada masa ini Abbasiyah lebih menekankan pada perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah. Disinilah letak perbedaan pokok dinasti Abbasiyah dengan dinasti Umayyah.
Peradaban dan kebudayyan Islam berkembang dan tumbuh mencapai kejayaan pada masa Bani Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan pada masa ini Abbasiyah lebih menekankan pada perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah. Disinilah letak perbedaan pokok dinasti Abbasiyah dengan dinasti Umayyah.
Puncak kejayaan dinasti Abbasiyah terjadi pada masa
khalifah Harun Al- Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmun (813-833 M). Ketika
Al-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan
terjamin walaupun ada juga pemberontakan dan luas wilayahnya mulai dari Afrika
Utara sampai ke India.
Lembaga
pendidikan pada masa Bani Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang
sangat pesat, hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik
sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak Bani Umayyah, maupun
sebagai bahasa pengetahuan, selain itu juga ada dua hal yang tidak terlepas
dari kemajuan ilmu pengetahuan yaitu :
1.
Terjadinya
asimilasi antara bahasa Arab dengan bahasa bangsa lain yang telah lebih dulu
mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa Bani Abbas,
bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara
efektif dan bernilai guna. Bangsa-bagssa itu memberi saham tertentu bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia sangat kuat dalam
bidang ilmu pengetahuan. Disamping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam
perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dari bidang
kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani terlihat
dari terjemahan-terjemahan di berbagai bidang ilmu, terutama Filsafat.
2. Gerakan
penerjemahan berlangsung selama tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah
Al-Mansyur hingga Hasrun Al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemah adalah
buku-buku dibidang ilmu Astronomi dan Mantiq. Fase kedua terjadi pada masa
khalifah Al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemah adalah
bidang filsafat, dan kedokteran. Dan pada fase ketiga berlangsung setelah tahun
300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Selanjutnya bidang-biadang
ilmu yang diterjemahkan semakinmeluas.[3]
B.
Kemajuan
Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbassiyyah
Peradaban dan kebudayaan islam tumbuh
dan berkembang bahkan mencapai kejayaan pada masa Abbassiyyah. Hal tersebut
dikarenakan Dinasti Abbassiyyah pada periode ini lebih menekankan pembinaan
peradaban dan kebudayaan islam dari pada perluasan wilayah. Puncak kejayaan
dinasti Abbassiyyah terjadi pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809M) dan
anaknya Al Ma’mun (813-833M). Ketika Ar Rasyid memerintah, negara dalam keadaan
makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan
dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India. Pada masanya,
hidup pula para Filsuf, pujangga, ahli baca Al qur’an, dan para Ulama di bidang
Agama didirikan perpustakaan yang di beri nama Baitul Hikmah, di
dalamnya orang dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
Bagdad sebagai pusat peradaban
islam
Kota Bagdad sebagai pusat intelektual terdapat
beberapa pusat aktifitas pengembangan ilmu antara lain Baitul Hikmah. Sebagai
ibu kota Bagdad mencapai puncaknya pada masa Harun Ar-Rasyid walaupun kota
tersebut belum 50 tahun di bangun. Kemegahan dan kemakmurn tercermin dalam
istana khalifah yang luasnya sepertiga dari kota Bagdad yang berbentuk bundar
dengan di lengkapi beberapa banguna sayap dan ruang audiensi yang di penuhi
berbagai perlengkapan yang terindah, dengan demikian, dinasti Abbassiyyah
dengan pusatnya di Bagdad sangat maju sebagai pusat kota peradaban dan pusat
ilmu pengetahuan. Beberapa kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan dapat di
sebutka beberapa berikut:
1. Bidang
agama
Kemajuan
di bidang agama antara lain dalambeberapa bidang ilmu yaitu ulumul qur’an, ilmu
tafsir, hadis, ilmu kalam, bahasa dan fiqih.
a. Fiqh
Pada dinasti Abbasiyah
lahir para tokoh bidang fiqh dan pendiri mazhab antara lain sebagai berikut:
·
Imam Abu Hanifah
(700-767 M)
·
Imam Malik
(713-795 M).
·
Imam Syafi’i
(767-820 M).
·
Imam Ahmad bin
Hambal (780-855 M).
b. Ilmu
Tafsir
Perkembangan ilmu
tafsir pada masa pemerintahan Abbasiyah mengalami kemajuan pesat. Di antara
para ahli tafsir pada masa Dinasti Abbasiyah adalah:
·
Ibnu Jarir
Ath-Thabari.
·
Ibnu Athiyah Al-
Andalusi.
·
Abu Muslim
Muhammad bin Bahar Isfahani.
c. Ilmu
Hadis
Diantara para ahli
hadis pada masa Dinasti Abbasiyah adalah:
·
Imam Bukhori
(194-256 H), karyanya Shahih Al-Bukhori.
·
Imam Muslim (w.
261 H), karyanya Sahih Muslim.
·
Ibnu Majah,
karyanya Sunan Ibnu Majah.
·
Abu Dawud, karyanya
Sunan Abu Dawud.
·
Imam An-Nasai,
karyanya Sunan An-Nasai.
·
Imam Baihaqi.
d. Ilmu
Kalam
Kajian para ahli ilmu
kalam (teologi) adalah mengenai dosa, pahala, surga neraka, serta perdebatan
mengenai ketuhanan atau tauhid, yang menghasilkan suatu kajian ilmu yaitu ilmu
kalam atau teologi. Diantara tokoh ilmu kalam adalah:
·
Imam Abu Hasan
Al- Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al Maturidi, tokoh Asy’ariyah.
·
Washil bin Atha,
Abu Huzail Al-Allaf (w. 849 M), tokoh Mu’tazilah.
·
Al-Jubai.
e. Ilmu
Bahasa
Diantara ilmu bahasa yang
berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah adalah ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu
bayan, ilmu badi’ dan arudh. Bahasa arab di jadikan sebagai ilmu pengetahuan
disamping menjadi alat komunikasi antar bangsa. Di antara para ahli ilmu bahasa
adalah:
·
Imam Sibawaih
(w. 183), karyanya terdiri dari 2 jilid setebal 1000 halaman.
·
Al-Kiasi.
·
Abu Zakaria
Al-Farra (w.208), kitab Nahwunya terdiri dari 6000 halaman lebih.
2. Bidang
Umum
Dalam
bidang umum antara lain berkembang dalam bidang filsafat, logika, metafisika,
matematika, ilmu alam, geometri, aljabar, aritmatika, astronomi, musik,
kedokteran, kimia, sejarah dan sastra.[4]
1. Filsafat
Filsafat
muncul sebagai hasil integrasi antara islam dengan kebudayaan klasik Yunani
yang terdapat di Mesir, Suria dan Persia, dan mulai berkembang pada masa
Khalifah Harun Al Rasyid dan Al Ma’mun. Tokoh filosof muslim yang tekenal
adalah Ya’kub bin Ishaq al Kindi.
2. Kedokteran
Pada
masa ini ilmu kedokteran telah mencapai puncak tertinggi yang melhirkan dokter
yang terkenal, yaitu Yuhannah bin Musawaih (w. 242 H). Pada masa ini telah
banyak buku-buku kedokteran, karangan dalam bentuk ensiklopedi yang
diterjemahkan dalam bahasa latin, dan sebagainya.
3. Astronomi
Astronomi
islam yang terkenal pada masa ini adalah al Fazzari yang pertama kali menyusun
atrolaber (Alat yang dahulu dipakai sebagai pengukur tinggi bintang), Al
Fargani yang telah mengarang ringkasan ilmu astronomi yang kemudian
diterjemahkan kedalam bahasa latin.[5]
4. Ilmu
Matematika
Terjemahan dari bahasa
asing ke bahasa Arab menghasilkan karya dibidang matematika. Diantara ahli
matematika islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi, adalah seorang pengarang
kitab Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung) dan penemu angka Nol. Tokoh
lainnyaadalah Abu Al-Wafa Muhammad Bin Muhammad Bin Ismail Bin Al-Abbas
terkenal sebagi ahli ilmu matematika.[6]
5. Geografi
Pada
masa Abbasiyah Perlawatan Kaum muslimin telah sampai ke India, Srilangka,
Malaysia, Indonesia, Cina, dan lain lain. Dari perjalanan tersebut kaum
muslimin berusaha melukiskan selengkapnya ihwal negeri-negeri yang dilihatnya
sehingga melahirkan geografi islam ternama. Mereka adalah Ibn Khardazabah
dengan karyanya al Masalik wa al Mamalik, ibn Al Haik dengan karyanya al Ikli,
dan sebagainya.
3. Kemajuan di bidang
Teknologi
Pada tahun 765,
fakultas kedokteran pertama didirikan oleh Jurjis Ibnu Naubakht. Sekitar tahun
990 M, Ibnu Firnas seorang ilmuwan dari Andalusia (Spanyol) memimpikan
bagaimana agar suatu saat manusia bisa terbang bebas di angkasa laksana burung,
dia terinspirasi kejadian Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw, tetapi dia berpikir
bahwa manusia biasa tak mungkin bisa naik Bouraq kendaraan Nabi Saw untuk Isra’
Mi’ raj, karena dia hanya manusia biasa, bukan seorang Nabi.
Ibnu Firnas ( Armen Firman ), mulai meneliti gerak
aerodinamika, fisika udara, dan anatomi burung dan kelelawar. Sampai pada suatu
saat dia menciptakan sebuah alat terbang seperti sayap kelelawar, lalu dia
menaiki menara Masjid Cordoba, disaksikan oleh ribuan orang di bawahnya, lalu
dia melompat dan melayang terbang sejauh kira-kira 3 km dan mendarat dengan
selamat. Ribuan orang bertepuk tangan atas ciptaannya. Sebaliknya masyarakat
Eropa yang saat itu sedang di era kegelapan, heboh sendiri karena menganggap
Ibnu Firnas melakukan sihir yang mereka saja belum pernah melihatnya. Alat terbang
Ibnu Firnas inilah yang menginspirasi Wright Bersaudara menciptakan pesawat terbang
pada awal abad 19.[7]
C.
Tujuan
Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah
Pada masa Nabi masa khoilfah rasyidin dan umayah,
tujuan pendidikan satu saja, yaitu keagamaan semata. Mengajar dan belajar
karena Allah dan mengharap keridhoan-Nya. Namun pada masa abbasiyah tujuan
pendidikan itu telah bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa itu.
Tujuan itu dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tujuan keagamaan dan akhlak
Sebagaiman
pada masa sebelumnya, anak-anak dididik dan diajar membaca atau menghafal
Al-Qur’an, ini merupakan suatu kewajiban dalam agama, supaya mereka mengikut
ajaran agama dan berakhlak menurut agama.
2. Tujuan kemasyarakatan
Para
pemuda pada masa itu belajar dan menuntut ilmu supaya mereka dapat mengubah dan
memperbaiki masyarakat, dari masyarakat yang penuh dengan kejahilan menjadi
masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan, dari masyarakat yang mundur menuju
masyarakat yang maju dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut maka ilmu-ilmu
yang diajarkan di Madrasah bukan saja ilmu agama dan Bahasa Arab, bahkan juga
diajarkan ilmu duniawi yang berfaedah untuk kemajuan masyarakat.
3. Cinta akan ilmu pengetahuan
Masyarakat
pada saat itu belajar tidak mengaharapkan apa-apa selain dari pada memperdalam
ilmu pengetahuan. Mereka merantau ke seluruh negeri islam untuk menuntut ilmu
tanpa memperdulikan susah payah dalam perjalanan yang umumnya dilakukan dengan
berjalan kaki atau mengendarai keledai. Tujuan mereka tidak lain untuk
memuaskan jiwanya untuk menuntut ilmu.
4. Tujuan kebendaan
Pada
masa itu mereka menuntut ilmu supaya mendapatkan penghidupan yang layak
dan pangkat yang tinggi, bahkan kalau memungkinkan mendapat kemegahan dan
kekuasaan di dunia ini, sebagaimana tujuan sebagian orang pada masa sekarang
ini.
D.
Tingkat Pengajaran Pendidikan Islam pada Masa Dinasti
Abbasiyah
Pada
masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa tingkat, yaitu:
1. Tingkat sekolah rendah,
namanya
Kuttab sebagai tempat belajar bagi anak-anak. Disamping Kuttab ada pula
anak-anak belajar di rumah, di istana, di took-toko dan di pinggir-pinggir
pasar. Adapun pelajaran yang diajarkan meliputi: membaca Al-Qur’an dan
menghafalnya, pokok-pokok ajaran islam, menulis, kisah orang-orang besar islam,
membaca dan menghafal syair-syair atau prosa, berhitung, dam juga pokok-pokok
nahwu shorof ala kadarnya.
2. Tingkat sekolah menengah,
yaitu
di masjid dan majelis sastra dan ilmu pengetahuan sebagai sambungan pelajaran
di kuttab. Adapun pelajaran yang diajarkan melipuri: Al-Qur’an, bahasa Arab,
Fiqih, Tafsir, Hadits, Nahwu, Shorof, Balaghoh, ilmu pasti, Mantiq, Falak,
Sejarah, ilmu alam, kedokteran, dan juga music.
3. Tingkat perguruan tinggi,
seperti
Baitul Hikmah di Bagdad dan Darul Ilmu di Mesir (Kairo), di masjid dan
lain-lain. Pada tingkatan ini umumnya perguruan tinggi terdiri dari dua
jurusan:
a. Jurusan
ilmu-ilmu agama dan Bahasa Arab serta kesastraannya. Ibnu Khaldun menamainya
ilmu itu dengan Ilmu Naqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi:
Tafsir Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Nahwu, Sharaf, Balaghoh, dan juga Bahasa Arab.
b. Jurusan
ilmu-ilmu hikmah (filsafat), Ibnu Khaldun menamainya dengan Ilmu Aqliyah. Ilmu
yang diajarkan pada jurusan ini meliputi Mantiq, ilmu alam dan kimia, Musik,
ilmu-ilmu pasti, ilmu ukur, Falak, Ilahiyah (ketuhanan), ilmu hewan, dan juga
kedokteran.[8]
E.
Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam pada
Masa Dinasti Abbasiyah
Sebelum munculnya sekolah dan universitas yang kemudian
dikenal sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah
berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bersifat non fomal.
Lembaga-lembaga ini berkembang terus dan bahkan bersamaan dengannya tumbuh dan
berkembang bentuk-bentuk lembaga pendidikan non formal yang semakin luas.
Diantara lembaga-lembaga pendidikan Islam yang becorak non formal tersebut
adalah:
1. Kuttab Sebagai
Lembaga Pendidikan Dasar
Kuttab atau maktab berasal dari kata dasar kataba yang
berarti menulis atau tempat menulis. Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan bahwa
Kuttab adalah sejenis tempat belajar yang mula-mula lahir di dunia Islam. Pada
awalnya Kuttab berfungsi sebagai tempat memberikan pelajaran menulis dan
membaca bagi anak-anak. Kemudian pada akhir abad pertama hijriyah munculah
jenis Kuttab yang disamping memberikan pelajaran membaca dan menulis, juga
mengajarkan membaca Al-Qur’an dan pokok-pokok ajaran agama, serta pengetahuan
dasar lainnya.
2. Pendidikan
Rendah di Istana
Corak pendidikan anak-anak di istana berbeda dengan
pendidikan anak-anak di kuttab-kuttab, pada umumnya di istana para orang tua
siswa (para pembesar istana) yang membuat rencana pembelajaran selaras dengan
anaknya dan tujuan yang ingin dicapai orang tuanya. Rencana pelajaran untuk
pendidikan di istana pada garis besarnya sama dengan pelajaran pada
kuttab-kuttab hanya sedikit ditambah dan dikurangi sesuai dengan kehendak orang
tua mereka. Guru yang mengajar di Istana disebut Muaddib.
Kata muaddib berasal dari kata adab yang
berarti budi pekerti atau meriwayatkan. Guru pendidikan di istana
disebut muaddib karena berfungsi
mendidik budi pekerti dan mewariskan kecerdasan dan pengetahuan-pengetahuan
orang-orang terdahulu kepada anak-anak pejabat.
3. Toko-toko Buku
Pada masa ini, toko buku berkembang dengan pesat seiring
dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Uniknya toko buku ini tidak
hanya menjadi pusat pengumpulan dan penyebaran (penjualan) buku-buku, tetapi
juga menjadi pusat studi berkembang di dalamnya. Pemilik toko buku dapat
berperan sebagai tuan rumah dan juga sebagai pemimpin lingkar studi tersebut.
4. Rumah Sakit
Pada masa Abbasiyah, rumah sakit bukan hanya berfungsi
sebagai tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik
tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan melalui
praktikum yang diadakan oleh sekolah kedikteran di luar rumah sakit.
5. Perpustakaan
Para ulama dan sarjana dari berbagai macam
keahlian, pada umumnya menulis buku dalam bidangnya masing-masing dan
selanjutnya, karya-karya para ilmuan muslim tersebut dihimpun dalam
perpustakaan yang tersebar di berbagai kota. Menurut catatan Mehdi Nakosteen
ada 36 perpustakaan di Baghdad sebelum akhirnya diluluhlantahkan oleh tentara
Hulagu Khan dari Mongol. Baitul Hikmah di Baghdad yang didirikan
khalifah Al-Rasyid adalah merupakan salah satu contoh dari perpustakaan Islam
yang lengkap, yang berisi ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa arab, bermacam-macam
ilmu pengetahuan yang telah berkembang pada masa itu.
Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah
universitas karena disamping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat
membaca, menulis dan berdiskusi.
6.
Masjid
Semenjak berdirinya dizaman nabi Muhammad SAW, Masjid
telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kehidupan kaum
muslimin. Ia menjadi tempat bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat
menyampaikan penerangan agama dan informasi lainnya dan tempat menyelenggarakan
pendidikan. Pada
masa Bani Abbasiyah dan masa perkembangan kebudayaan Islam, masjid-masjid yang
didirikan oleh para pengusaha pada umumnya di lengkapi dengan berbagai macam
sarana dan fasilitas untuk pendidikan. Masjid dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan yang
khas. Dan pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, penyelenggaraan pendidikan
di masjid sangat didukung oleh pemerintah.
7. Rumah-Rumah Para
Ulama’ (Ahli Ilmu Pengetahuan)
Walaupun sebenarnya, rumah bukanlah merupakan tempat yang
baik untuk tempat memberikan pelajaran namun pada zaman kejayaan perkembangan
ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, banyak juga rumah-rumah para
ulama’ dan ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Hal ini disebabkan karena ulama’ dan ahli yang bersangkutan yang
tidak mungkin memberikan pelajaran di masjid, sedangkan pelajar banyak yang
berminat untuk mempelajari ilmu pengetahuan daripadanya.
Diantara rumah para ulama yang dijadikan tempat belajar
adalah rumah Abu Muhammad ibnu Hatim al-Razy al-Hafish seorang muhaddis yang
terkenal ketsiqahannya, Ibnu Sina, Al-Gazali, dan Ali ibnu Muhammad
Al-Fasihi.
8. Madrasah
Madrasah sangat diperlukan keberadaannya sebagai tempat
untuk menerima ilmu pengetahuan agama secara teratur dan sistematis. Madrasah
yang pertama didirikan adalah madrasah al-Baehaqiyah di kota
Naisabur. Pendirian madrasah ini dilatar belakangi karena masjid-msjid telah
dipenuhi oleh pengajian-pengajian dari para guru yang semakin banyak, sehingga
mengganggu orang yang sedang shalat. Yang menjadikan madrasah ini paling penting
fungsinya adalah kelengkapan ruangan untuk belajar yang dikenal dengan
ruangan muhadharah serta bangunan-bangunan yang berkaitan
dengannya, pengamanan murid dan guru-gurunya.[9]
F.
Kurikulum
Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah
Kurikulum
yang dikembangkan dalam pendidikan Islam saat itu, yaitu : pertama, kurikulum
pendidikan tingkat dasar yang terdiri dari pelajaran membaca, menulis, tata
bahasa, hadist, prinsip-prinsip dasar Matematika dan pelajaran syair. Ada juga
yang menambahnya dengan mata pelajaran nahwu dan cerita-cerita. Ada juga
kurikulum yang dikembangkan sebatas menghapal Al-Quran dan mengkaji dasar-dasar
pokok agama.
Berikut
sebuah riwayat yang bisa memberikan gambaran tentang kurikulum pendidikan pada
tingkat dasar pada saat itu. Al Mufadhal bin Yazid menceritakan bahwa pada
suatu hari ia berjumpa seorang anak-anak laki dari seorang baduwi. Karena
merasa tertarik dengan anak itu, kemudian ia bertanya pada ibunya. Ibunya
berkata kepada Yazid: “…apabila ia sudah berusia lima tahun saya akan
menyerahkannya kepada seorang muaddib (guru), yang akan mengajarkannya
menghapal dan membaca Al-Quran lalu dia akan mengajarkannya syair. Dan apabila
dia sudah dewasa, saya akan menyuruh orang mengajarinya naik kuda dan memanggul
senjata kemudian dia akan mondar-mandir di lorong-lorong kampungnya untuk
mendengarkan suara orang-orang yang minta pertolongan…”.
Kedua,
kurikulum pendidikan tinggi. Pada pendidikan tinggi, kurikulum sejalan dengan
fase dimana dunia Islam mempersiapkan diri untuk memperdalam masalah agama,
menyiarkan dan mempertahankannya. Akan tetapi bukan berarti pada saat itu, yang
diajarkan melulu agama, karena ilmu yang erat kaitannya dengan agama seperti
bahasa, sejarah, tafsir dan hadis juga diajarkan.[10]
G.
Metode Pendidikan Islam pada
Masa Dinasti Abbasiyah
Dalam proses belajar mengajar, metode
pendidikan/pengajaran merupakan salah satu aspek pendidikan/pengajaran yang
sangat penting guna mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru
kepada para muridnya. Melalui metode pengajaran terjadi proses internalisasi
dan pemilikan pengetahuan oleh murid hingga murid dapat menyerap dan memahami
dengan baik apa yang telah disampaikan gurunya.
Pada masa Dinasti abbasiyah metode
pendidikan/pengajaran yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam:
lisan, hafalan, dan tulisan.
1.
Metode Lisan
Metode lisan berupa dikte, ceramah, qira’ah dan
diskusi. Metode dikte(imla’) adalah metode penyampaian pengetahuan
yang dianggap baik dan aman karena dengan imla’ ini murid mempunyai
catatan yang akan dapat membantunya ketika ia lupa. Metode ini dianggap
penting, karena pada masa klasik buku-buku cetak seperti masa sekarang sulit
dimiliki. Sedangkan metode Metode
ceramah disebut juga metode as-sama’, sebab dalam metode ceramah,
guru menjelaskan isi buku dengan hafalan, sedangkan murid mendengarkannya.
Metode qiro’ah biasanya digunakan untuk belajar membaca
sedangkan diskusi merupakan metode yang khas pada masa ini.
2. Metode Menghafal
Metode menghafal Merupakan ciri umum pendidikan pada masa
ini.Murid-murid harus membaca secara berulang-ulang pelajarannya sehingga
pelajaran tersebut melekat pada benak mereka, sebagaimana yang dijelaskan oleh
Imam Hanafi, seorang murid harus membaca suatu pelajaran berulang kali sampai dia
menghafalnya. Sehingga dalam proses selanjutnya murid akan mengeluarkan kembali
dan mengkonstektualisasikan pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam diskusi
dan perdebatan murid dapat merespons, mematahkan lawan, atau memunculkan
sesuatu yang baru.
3. Metode Tulisan
Metode tulisan dianggap metode yang paling penting
pada masa ini.Metode tulisan adalah pengkopian karya-karya ulama. Dalam
pengkajian buku-buku terjadi proses intelektualisasi hingga tingkat penguasaan
ilmu murid semakin meningkat. Metode ini disamping berguna bagi proses
penguasaan ilmu pengetahuan juga sangat penting artinya bagi
penggandaan jumlah buku teks, karena pada masa ini belum ada mesin cetak,
dengan pengkopian buku-buku kebutuhan terhadap teks buku sedikit teratasi.[11]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Khalifah Bani
Abbasiyah merupakan pengganti khalifah Bani Umayyah. Abdullah al-Saffah ibn
Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Khalifah Bani Abbas merupakan
pendiri khalifah Bani Abbasiyah. Khalifah Bani Abbasiyah mencapai puncak kejayaan
pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid dan putranya yang bernama Al-ma’mun.
Masa Bani
Abbasiyah merupakan puncak perkembangan ilmu pengetahuan dan ajaran Islam. Hal
ini disebabkan Harun Al Rasyid memanfaatkan kekayaannya untuk membangun rumah
sakit, untuk keperluan sosial, untuk mendirikan lembaga pendidikan kedokteran,
farmasi, ilmu astronomi, matematika, kritik sastra. Ilmu pengetahuan tidak
hanya berkembang di Baghdad tetapi juga di Basrah, Jundabir, Kufah dan Harran.
Pada masa
kekuasaan al-Ma’mun banyak di datangkan penterjemah dari berbagai negara untuk
menterjemahkan buku-buku yang menggunakan bahasa Yunani. Al-mu’min juga
membangun beberapa sekolah. Karya besar Al-ma’mun adalah membangun Bait
al-Hikmah yang digunakan sebagai perpustakaan besar dan perpustakaan umum yang
disebut darul ilmi. Bait al-Hikmah juga sebagai pusat penterjemahan buku buku.
Bait Al Hikmah juga berfungsi sebagai perguruan tinggi yang memilki banyak buku
yang tidak dapat ditemukan ditempat lain. Sehingga banyak orang yang datang ke
Baghdad untuk menimba ilmu.
19
|
Pendidikan pada
masa Bani Abbasiyah berbeda dengan pendidikan pada masa Bani Umayyah. Pada masa
ini guru mendapat gaji yang sangat tinggi. Banyak guru yang belajar ke luar
kota untuk menambah pengetahuan meraka. Sebagian besar guru guru pada masa
khalifah Bani Abbasiyah mencintai kesastraan dan ilmu ilmu pengetahuan. Pada
masa ini Bahasa Arab digunakan sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan bahasa
administrasi sehingga bayak orang non muslim yang sedang belajar di Baghdad
menjadi muallaf.
Pendidikan pada
masa Bani Abbasiyah berlangsung di khuttab sebagai tempat belajar membaca,
menulis, mengaji, membaca iqra dan membaca Alquran. Bagi mereka yang sudah
pandai membaca akan diajrkan ilmu pengetahuan lain, seperti kimia, matematika,
astronomi, sastra dan ilmu falsafah.
Pendidikan pada
masa Bani Abbasiyah banyak melahirkan ilmuwan dan temuan baru. Al-Fazari
berhasil mengembangkan ilmu asrologi dan sebagai astronom Islam pertama yang
berhasil menyusun astrolobe. Dalam bidang Kedokteran Ibnu Sina berhasil menulis
buku al-Qanun fi al-Tiib yang menjadi buku fenomenal. Ibnu sina juga menemukan
sistem peredaran darah pada manusia. Dalam bidang Kimia Jabir ibn
Hayyan,mengemukakan pendapatnya bahwa logam seperti besi, tembaga dan timah dan
tembaga dapat diubah menjadi perak atau emas.[12]
B.
19
|
Dari penjelasan
diatas, diharapkan mahasiswa dapat mengambil pelajaran yang dapat digunakan
sebagai teladan yang baik, seperti menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh, memikirkan
ciptaan Allah SWT seperti halnya mempelajari pelajaran fisika, kimia dll, serta
selalu berusaha dan berdoa kepada Allah SWT
|
DAFTAR
PUSTAKA
Samsul Munir Amin. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah
https://elmisbah.wordpress.com/sejarah-pendidikan-agama-islam-masa-abbasiyah/
(diakses tanggal 8 November 2015)
http://www.informasi-pendidikan.com/2015/02/sejarah-pendidikan-islam-pada-masa-bani.html
(diakses tanggal 8 November 2015)
http://riffai47.blogspot.co.id/2013/10/makalah-sejarah-pendidikan-islam-masa.html
(diakses tanggal 8 November 2015)
[1] http://riffai47.blogspot.co.id/2013/10/makalah-sejarah-pendidikan-islam-masa.html/ (diakses tanggal 8 November
2015)
[5]
http://riffai47.blogspot.co.id/2013/10/makalah-sejarah-pendidikan-islam-masa.html/
(diakses tanggal 8 November 2015)
[7] http://riffai47.blogspot.co.id/2013/10/makalah-sejarah-pendidikan-islam-masa.html/
(diakses tanggal 8 November 2015)
[8] https://elmisbah.wordpress.com/sejarah-pendidikan-agama-islam-masa-abbasiyah/ (diakses tanggal 8 November 2015)
[9] http://riffai47.blogspot.co.id/2013/10/makalah-sejarah-pendidikan-islam-masa.html/
(diakses tanggal 8 November 2015)
[10] https://elmisbah.wordpress.com/sejarah-pendidikan-agama-islam-masa-abbasiyah/
(diakses tanggal 8 November 2015)
[11] http://riffai47.blogspot.co.id/2013/10/makalah-sejarah-pendidikan-islam-masa.html/
(diakses tanggal 8 November 2015)
[12] http://www.informasi-pendidikan.com/2015/02/sejarah-pendidikan-islam-pada-masa-bani.html
(diakses tanggal 8 November
2015)
Komentar
Posting Komentar