MANAJEMEN KELAS EFEKTIF
MANAJEMEN
KELAS EFEKTIF
Diajukan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Manajemen Peserta Didik
Dosen Pembimbing
:
Dr. Badrudin, M.Ag.
Disusun:
Aris Budiono 1142010013
Asep Sukma 1142010014
Fitriyah Ekawati 1142010025
Haifa Nuha R. 1142010029
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT atas petunjuk, rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah “Manajemen
Kelas Efektif” tanpa ada halangan apapun sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan
untuk memenuhi tugas mata
kuliah manajemen madrasah.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, serta sahabat-sahabatnya dan kepada umatnya hingga akhir
zaman.
Dengan ini kami
menyadari bahwa makalah
ini tidak akan tersusun dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai sumber referensi.Oleh
karena itu, pada kesempatan ini tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima
kasih atasberbagaisumberreferensibaikbukumaupun internet
demi tersusunnya makalah
ini.
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dalam
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir kata, kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penyusunan makalahini terdapat banyak
kesalahan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi kami dan pada umumnya bagi pembaca.
Bandung
, 01 Maret 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR
ISI ...................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A.
Latar
Belakang ......................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah .................................................................................... 1
C.
Tujuan........................................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A. Beberapa
Masalah dan Pemecahan Masalah Manajemen Kelas................ 3
B. Konsep
Tradisional Manajemen Kelas...................................................... 7
C. Konsep Modern
Manajemen Kelas........................................................... 8
BAB
III PENUTUP............................................................................................ 17
A.
Kesimpulan................................................................................................ 17
B.
Saran.......................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 19
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manajemen
tidak akan terlepas dari kegiatan pembelajaran karena manajemen tersebut
merupakan usaha untuk mensukseskan suatu tujuan dalam pendidikan. Diperlukan
adanya pengelolaan, penataan, dan pengaturan ataupun kegiatan yang sejenis yang
masih berkaitan dengan lembaga pendidikan guna mengembangkan sumber daya
manusia agar dapat memenuhi tujuan daripada pendidikan tersebut seoptimal
mungkin.
Konsep mengenai
perilaku bermasalah sangat luas. Ketimbang menyebutkan satu per satu seluruh
perilaku buruk yang memungkinkan terjadi di ruang kelas, lebih baik untuk
mempertimbangkan berdasarkan kategori sehingga dapat dikelola.
Manajemen kelas dapat
dijadikan sebagai proses untuk
mengorganisasikan segala sumber daya kelas bagi terciptanya proses
pembelajaran yang efektif dan efesien. Sumber daya itu diorganisasikan untuk
memecahkan beragam masalah yang menjadi kendala dalam proses pembelajaran
secara sekaligus memebangun situasi kelas yang kondusif secara
berkesinambungan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja masalah yang terkait dalam kelas?
2. Bagaimana
menyelesaikan masalah-masalah manajemen kelas?
3. Bagaimana
konsep tradisional manajemen kelas?
4. Bagaimana
konsep modern manajemen kelas?
C.
Tujuan
1. Untuk
engetahui permasalahan dalam kelas
2. Untuk
mengetahui bagaimana penyelesaian masalah manajemen kelas
3. Untuk
mengetahui lebih jauh konsep tradisional dan modern manajemen kelas
4.
PEMBAHASAN
A.
Beberapa
Masalah dan Pemecahan Masalah Manajemen Kelas
Keragaman perilaku
pendidik merupakan permasalahan bagi pendidik dalam penyelenggaraan manajemen
kelas. Nilai perilaku pun akan dinilai beragam menurut perspektif multibudaya.
Menurut k. Daniel O.Leary dan Susan G.O. Leary (t.t:1) classroom behavior that are labeled “good” in one culture may be
labeled “bad” in another. Perilaku-perilaku dalam kelas yang dinilai “baik”
dalam salah satu budaya mungkin dinilai jelek dalam budaya yang lainya.
Menurut
Made Pidarta, masalah-masalah manajemen kelas yang berhubungan dengan
perilaku peserta didik “
1. Kurang
kesatuan, misalnya dengan adanya kelompk-kelompok, dan perbedaan jenis kelamin.
2. Tidak
terdapat standar perilaku dalam bekerja kelompok, misalnya rebut,
bercakap-vcakap, pergi kesana-kemari dan sebagainya.
3. Reksi
negative terhadap anggota kelompok, misalnya rebut, bermusuhan, mengucilkan,
merendahkan kelompok bodoh.
4. Kelas
menolerir kekeliruan-kekeliruan temannya, menerima dan mendorong perilaku
peserta didik yang keliru.
5. Mudah
mereaksi hal-hal yang negatif, misalnya bila didatangi tamu-tamu, terjadinya
perubahan iklim dan sebagainya.
6. Moral
rendah, permusuhan agresif, misalnya dalam lembaga yang alat-alat belajarnya
kurang, kekurangan uang, dan lain-lainnya.
7. Tidak
mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah, seperti tugas-tugas yang
tambahan, anggota kelas yang baru, situsi baru dan sebagainya.
3
|
Variasi perilaku peserta didik itu
menurut Made Pidarta bukan tanpa sebab, faktor-faktor penyebab itu adalah :
1. Pengelompokkan
(pandai, sedang, bodoh), kelompok bodoh akan menjadi sumber masalah negatif,
penolakan, atau apatis.
2. Karakteristik
individual, seperti kemampuan kurang, ketidak puasan atau dari latar belakang
ekonomi yang rendah, yang menghalangi kemampuannya.
3. Kelompok
pandai merasa terhalang oleh teman-temannya yang tidak seperti dia. Kelompok
ini seperti menolak standar yang diberikan oleh pendidik. Sering juga kelompok
ini membentuk norma sendiri yang tidak sesuai dengan harapan lembaga.
4. Dalam
latihan diharapkan semua pendidik tenang dan bekerja sepanjang jam
pembelajaran. Kalau ada interipsu atau interaksi mungkin mereka merasa tegang
atau cemas. Karena itu perilaku-perilaku menyimpang satu atau dua orang bisa
toleransi asal; tidak merusak kesatuan.
5. Dari
organisasi kurikulum team teaching, misalnya pendidik mendidik dari satu
peserta didik lainnya dan dari kelompok satu ke kelompok yang lain. Sehingga
tenaga mereka banyak dipaki berjalan, harus menyesuaikan diri berkali-kali,
tidak ada kestabilan, dan harus menyesuaikan terhadap peserta didik dan metode-metodenya.
Pengembangan diri yang sesungguhnya bersumber dri hubungan sosial menjadi
terlambat.
Disiplin tidak berarti
mengupayakan hukuman. Hukuman merupakan konsekuensi atas kesalahan perilaku.
Menurut Saul Axelrod (1977:24) “punishment
dapat digunakan oleh pendidik untuk nmengurangi perilaku yang tidak
diharapkan”. Disiplin berhubungan dengan mencegah munculnya perilaku salah
dalam kelas., sebagaiman adanya hukum sebagai konsekuensi atas perbuatan yang
mengganggu.
Selain faktor disiplin
dan hukuman atau sanksi, reward dapat digunakan untuk memotivasi peserta didik
berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh pendidik. Menurut Harvey F.
Clarizio terdapat tiga faktor yang harus dipertimbangkan jika ingin sukses.
Dalam melakukan penguatan positif melalui reward, pendidik harus menjawab
pertanyaan
a) frekuensi
pemberian reward;
b) waktu
pemberian reward;
c) tipe
pemberian reward.(Badrudin,2014:104-105)
Berbagai masalah diantaranya :
1.
Masalah Kecil
Ini
meliputi perilaku yang melanggar prosedur atau peraturan kelas tetapi yang
tidak mengganggu kegiatan kelas atau
sangat mengganggu pemelajaran, seketika perilaku ini tidak sering terjadi.
Contohnya ialah :
a. berteriak
atau meninggalkan tempat duduk tanpa izin,
b. membaca
atau mengerjakan tugas yang tidak berkaitan selama waktu belajar di kelas,
meloloskan catatan,
c. makan
permen,
d. buang
sampah sembarangan di kelas,
e. dan
terlalu banyak ngobrol di kelas saat mengerjakan tugas independen atau tugas
kelompok.
Perilaku
ini merupakan masalah kecil selama berlangsung singkat dan terbatas hanya pada
sedikit siswa.
2.
Masalah Besar
Tetapi Terbaas dalam Lingkup dan Efektifnya
Kategori
ini merupakan perilaku yang nmengganggu sebuah kegiatan atau mengacaukan
pembelajaran tetapi keberadaannya terbatas pada satu siswa atau mungkin pada
beberapa siswa yang tidak bertindak bersamaan. Sebagaimana contohnya :
a. seorang
siswa mungkin dengan parahnya tidak mengerjakan tugas,
b. siswa
lainnya mungkin jarang menyelesaikan tugas,
c. seorang
siswa berulang kali tidak bisa menaati peraturan di kelas dengan mngobrol,
d. berkeliling
di ruangan kelas,
e. menolak
mengerjakan tugas manapun.
Kategori
ini meliputi pelanggaran peraturan kelas atau sekolah yang lebih serius tetapi
terbatas. Sebagai contoh pula; tindakan vandialisme atau memukul siswa lainnya
3.
Memperarah atau
Menyebarkan Masalah
Kategori
ini meliputi masalah kecil manapun yang sudah biasa terjadi dan mengandung
ancaman terhadap ketertiban dan lingkungan pemelajaran. Sebagai contohnya :
a. Ketika
siswa banyak berkeliling ruangan dengan sengaja dan berulang kali menyerukan
komentar yang tidk relevan,
b. Mengobrol
dengan sesame siswa yang berkelanjutan bahkan ketika seorang guru berulang kali
menyuruh dam mengalihkan perhatian orang lain
c. Membalas
,engobrl dengan menolak bekerja sama dengan guru menimbulkan rasa frustasi dan
mungkin mengakibatkan iklim ruaangan kelas yang buruk
d. Pelanggaran
yang berulang kali terhadap panduan perilaku menyebabkan pengelolaan dn
pembelajaran menjadi rusak dan mengganggu jalannya kegiatan belajar di kelas.(Carolyn
M. Evertson 2011:229-230)
Ketika paarsiswa tidak
merespon terhadap intervensi kecil atau sedang dan perilaku mereka yang terus
mengganggu kegiatan ruang kelas dan mengganggu pemelajaran mereka sendiri dan
orang lain, satu atau lebih dari strategi berikut ini dapat membantu. Gunakan
Prosedur Intervensi Lima Langkah :
Jones
dan Jones (2001), menyarankan lima langkah berikut ini ketika berrutan dengan
siswa yang mengganggu :
LANGKAH
1 : Gunakan sebuah tanda nonverbal untuk mengisyaratkan pada siswa tersebut
agar berhenti
LANGKAH
2 : Jika perilaku tersebut tidak berhenti, mintalah siswa tersebut untuk
menaati peraturan yang diinginkan
LANGKAH
3 : Jika gangguan tersebut berkelanjutan, berikan pilihan kepada siswa berupa
menghentikan perilaku tesebut atau memilih mengembangkan sabuah rencana
LANGKAH
4 : Jika siswa tersebut masih juga belum berhenti, wajibkna kepada siswa
tersebut agar berpindah ke wilayah yang sudah ditunjukkan dalam ruangan untuk
menuliskan sebuah rencana
LANGKAH
5 : Jika siswa tersebut menolak mematuhi langkah 4, kirimkan siswa tersebut ke
lokasi lainnya (misalnya; ke kantor sekolahk menyelesaikan renvana.) untutk
menyelesaikan rencana tersebut.(Carolyn,2011:240-241)
Tujuan pengengelolaan
pemecahan masalah memiliki dua tujuan penilaian, yakni; jangka panjang dan
jangka pendek.
a. Dalam
jangka pendek
Hasil yang diinginkan adalah bahwa
perilaku yang tidak pantas itu terhenti dan memulai meneruskan perilaku yang
pantas
b. Dalam
jangka panjang
Penting untuk mencegah masalah ini
berulang kali dan memahami perencanaan pemelajaran
B.
Konsep
Tradisional Manajemen Kelas
Secara tradisional
kelas didefinisikan sebagai setiap usaha pendidik untuk mempertahankan disiplin
atau keterlibatan kelas.konsepsi ini dibangun dengan asumsi bahwa kelas yang
disiplin, tempat peserta didik masuk tepat waktu, duduk pada tempat yang telah
ditentukan, patuh secar penuh terhadap pendidik, tidak melirik kea rah kiri dan
kanan, menerima kehadiran pendidik dengan penuh kepatuhan, tidak ada suara
gaduh, merupakan faktor untuk menyukseskan kegiatan pembelajaran.
J.M. Cooper (1977)
dalam Rahman (1998:8-9) menyatakan bahwa manajemen kelas dipandang sebagai
suatu proses utnuk mengendalikan atau mengontrol perilaku peserta didik di
dalam kelas. Definisi ini diwarnai oleh ancangan manajemen yang bersifat
otoritatif, yaitu pendidik melakukan tugas utama sebagai pencipta dan
pemelihara suasana kelas agar tetap tertib. Pendekatan otoriter dalam manajemen
kelas menjadikan disiplin peserta didik di dalam kelas sebagai ukuran
keberhasilan dalam mengelola kelas.
Dengan kata lain,manajenmen
kelas adalah seperangkat kegiatan pendidikan untuk menciptakan, memelihara dan
mempertahankan ketertiban suasana kelas menurut criteria sepihak yang
ditetapkan oleh pendidik. Praktiknya sering kali melahirkan tindakan-tindakan
yang kurang manusiawi, misalnya perilaku otoriter dan pemaksaan kehendakan
Contoh praktik pendekata otoratif ini
yaitu sebagi berikut :
1.
Peserta didik
yang terlambat tidak diizinkan masuk kelas dengan alas an apapun.
2.
Setiap peserta
didik dihukum secara pukul rata.
3.
Peserta didik
yang tidak menegerjakan tugas tidak diizinkan mengikuti pembelajaran yang sama,
atau di hukum secara fisik.
4.
Peserta didik
yang berambut gondrong dicukur secara paksa didepan teman-temannya.
5.
Peserta didik
yang melakukan pelanggaran disiplin dijemur pada terik matahari.(Badrudin,2014:105-106)
Manajemen kelas dalam
konsep modern dipandang sebagai proses mengorganisasikan segala sumber daya
kelas bagi terciptanya proses pembelajaran yang efektif dan efesien. Sumber day
itu diorganisasikan untuk memecahkan beragam masalah yang menjadi kendala dalam
proses pembelajara secara skaligus memebangun situasi kelas yang kondusif
secara berkesinambungan.
Pendidik bertugayang
cerdas. Situasi kelas yang cs menciptakan, memperbaiki, dan memelihara situasi
kelas cerdas itlah yang mendukung pendidik untuk mengukur, mengembangkan dan
memelihara stabilitas kemampuan, bakat, minat dan energy yang dimilikinya dalam
rangka menjalankan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran. (Badrudin,2014:106)
Konsep modern memandang manajemen kelas sebagai proses perorganisasikan segala
sumber daya kelas bagi terciptanya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien. Sumber daya itu diorganisasikan untuk memecahkan aneka masalah yang menjadi
kendala proses pembelajaran, sekaligus membangun situasi kelas yang kondusif
secara terus-menerus. Tugas guru di sini adalah menciptakan, memperbaiki, dan
memelihara yang situasi kelas yang cerdas.
Situasi yang cerdas itulah yang mendukung siswa dapat
mengukur, mengmbangkan, dan memelihara stabilitas kemampuan,bakat, minat, dan
energi yang memilikinya untuk menjalankan tugas-tugas pendidikan dan
pembelajaran. Secara lebih terperinci, J.M. Cooper (1977) merumuskan lima
definisi mengenai manajemen kelas.
1. Manajemen kelas dipandang sebagai
suatu proses untuk mengendalikan atau mengntrol perilaku siswa di dalam kelas.
Definisi ini diwarnai oleh ancangan manajemen yang bersifat otoritif, di
managuru melakukan tugas utama sebagai pencipta dan pemelihara suasana kelas
agar tetap menjadi disiplin siswa di dalam kealas sebagai ukuran pertama
keberhasilan dalam mengelola kelas.
Kata
liannya, manajemen kelas adalah seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan,
memelihara, dan mempertahankan ketertiban suasana kelas menurut kriteria
sepihak yang ditetapkan oleh guru. Apalikasinya sering melahirkaan
indakan-tindakan yang kurang manusiawi,misalnya perlikau otoriter dan
memaksakan kehendak. Beberpa contoh aplikasi pendekatan otoritaatif dalam
manajemen kelas, yaitu sebagai berikut.
a. Siswa yang terla.mbat tidak
diizinkan masuk kelas dengan alasan apa pun.
b. Menghukum siswa secara pukul
rata
c. Siwaa tidak mengerjakan pekerjaan rumah tidak
diizinkan mengikuti pelajaran pada jam pelajaran yang sama, atau dihukum duduk
di bawah bangku.
d. Siswa yang berambut gondrong dicukur
secara paksa di depan rekan-rekannya.Siswa yang melakukan pelanggaran displin
di jemur pada terik matahari.
2. Manajemen kelas merupakan upaya
menciptakan kebebasan atau semangat egaliter bagi diri siswa. Konsepsi ini
dibangun atas asumsi bahwa dalam diri siswa terdapat potensi untuk bebas dan
tugas guru adalah memaksimalkan kebebasan itu. Inisiatif guru menciptakan
kebebasan secara alami bagi siswanya adalah sah dan sejalan dengan kaidah dasar
proses kemanusiaan dan pemanusiaan bahwa dalam diri manusia ada nulari alami
untuk tidak berada dalam ikatan hidup yang ketat
Namun,
para tingkat yang berlebihan, kebebasan ini menjelma sebagai perilaku gru yang
permisif. Kata permisif secara sederhana dapat diartikan sebagai serbaperboleh.
Bagi siswa yang sudah dewasa, dalam arti berani berbuat dan berani pula
bertanggung jawab atas perbuatannya, perilaku bebas itu akan sangat selektif.
Sebaliknya, bgi siswa yang belum dewasa (immature level)
pemberian kebebassan secara alami dapat menyebabkan dirinya
memesuki relung kehidupan deviatif yan berdampak mengerikan secara ekonomi,
sosial, dan keselamatannya.
Misalnya,
perilaku untuk bebas bergaul
dapat menjelma menjadi perilaku dengan pergaulan
bebas. Pergaulan bebas tidak selalu bermakna secara seksual, tetapi
dapat juga berupa kegiatan “menggelandang” kesana dan kemari, seakan-akan tidak
mengenal waktu. Dengan demikian, adakalanya sikap permisif yang di
toleransi guru dapat menyebabkan siswa berperilaku kebablasan sehingga pendekatan
permisif ini menjadi tidak realistik. Beberapa contoh pendekatan permisfif
dalam manajemen kelas,yaitu sebagai berikut.
a. Guru memberikan pekerjaan rumah,
tetapi siswa diberi kebebasan untuk mengerjakannya atau tidak.
b. Siswa di minta untuk membuat ringkasan
catatan, tetapi tidak ada sanksi bagi mereka yang tidak mengerjakannya.
c. Siswa yang sering terlambat masuk
kelas tidak diberikan peringatan oleh gurunya.
d. Pada saat upacara bendera hari senin
siswa dianjurkan memakai topi seragam sekolah, tetapi yang tidak memakainya
tetap diizinkan untuk mengikuti upacara itu.
e. Ada ketentuan kalender atau tanggal
terakhir membayar SPP, tetapi tidak ada sanksi bagi yang terlambat.
3. Manajemen kelas dipandang sebagai
suatu proses memodifikasi perilaku siswa (student behavioral modification).
Kata lainya, manajemen kelas merupakan proses mengubah perilaku siswa, dari
perilaku yang mengalami deviasi atau penyimpangan ke perilaku tuga yang
produktif (on task behavior)., baik di dalam maupu di luar kelas dalam
lingkup kampus sekolah. Perrubahan perilaku siswa, karena itu, dimaksudkan agar
tingkah laku mereka yang tidak diharapkan dapat dikurangi atau bahkan
ditiadakan.
Fungsi
guru di sini adalah membantu siswa dalam mempelajari tingkah laku yangg
diharapkan melalui prinsi penguatan (reinforcement) yang dilakukan
secara kontinu. Adakala hal itu harus dilakukan dengan format mengondisikan (conditingoning),
hinga siswa menjadi terbiasa dengan perilaku yang diharapkan, dari yang mulanya
cenderung mengalami deviasi. Beberapa contoh disajikan berikut ini.
a. Siswa yang sering mengganggu teman
sebangku “diisolasi” duduk di bangku tanpa kawan, sampai dia sadar bahwa
mengganggu kawan pada waktu belajar bukanlah perbuatan terpuji, hingga siswa
tersebut menyadari kesalahannya.
b. Siswa yang tidak mengerjakan
pekerjaan rumah diberi hukuman untuk membuat pekerjaan rumah yang lebih banyak
dan dia dipaksa harus mengerjakannya, sampai dia sadar.
c. Siswa yang nakal memperboleh
bimbingan khusus secara rutin. Bimbingan ini dapat pula dilakukan dengan bekerja
sama dengan orang tuanya hingga siswa itu terbiasa dengan kehidupan yang
tertib.
4. Manajemen kelas dipandang sebagai
proses menciptakan suasana sosioemosional yan positif di dalm kelas. Asumsi
dasar pandangan ini adalah proses pembelajaran di kelas akan berkembang secara
maksimal manakala iklim positif tercipta. Iklim positif tercipta manakala
terjadi hubungan interpersonal yang kondusif antara guru dengan siswa dan siswa
dengan siswa. Termasuk hubungan yang kondusif antara guru dengan tata
usaha dan siswa dengan tata usaha sekolah. Dalam makna luas hubungan itu
mencangkup interaksi yang kondusif antara warga sekolah dengan warga sekitar
dan orang tua siswa.
Peran
guru sangat sentral di sini, terutama dalah hal membina dan mengembangkan
suasana atau iklim sosioemosionak kelas yang positif melalui penumbuhan
hubungan interpersonal yang sehat dan dinamis, peenuh kasih sayang,
dan tanpa prasangka. Masing-masing orang yang bergabung dalam konteks kelas
berusaha mengembangkan toleransi, saling pengertian, dan empati. Uraian ini
menegaskan bahwa manajemen kelas merupakan seperangkat kegiatan guru (teacher
activities) untuk membina dan mengembangkan hubungan interpersonal yang
baik dan iklim sosiemosional kelas yang positif atau kondusif. Istilah kondusif
di sini mengundang makna bahwa masing-masing pihak mampu mengambil manfaat dan
keuntungan dari suasana sosiemosional yang dikembangkan. Berikut ini disajikan
beberapa contoh upaya menciptakan iklim sosiemosional dimaksud. :
a. Penciptaan rasa kebersamaan antarsesama.
Rasa kebersamaan dapat dibangun dengan mengembangkan prinsip keseteraan,
kesamaan tujuan, mengmbangkan tugas-tugas kelompok, acara-acara informal
bersama, saling menghargai, memberikan perlakuan yang sama kepada semua siswa,
dan lain-lain.
b. Ketentuan pakaian seragam, yang sama
bentuk dan mutu bahan. Pakaian seragam merupakan identitas sekolah, bahkan
identitas kelas. Dengan pakaian seragam, tidak ada siswa yang boleh seenaknya
tampil menggunakan pakaian mewah. Pakaian seragam itu berwarna sama, berkualitas
sama,dan desainnya sama.
c. Larangan bagi siswa-siswa memakai
perhiasan yang berlebihan. Memakai perhiasan yang berlebihan tidak hanya
membuat risi kawan-kawannya yang tidak mampu, tetapi juga dapat mengundang
kejahatan, melahirkan godaan tindakan pencurian, dan lain-lain.
d. Pengembangan rasa tanggung
jawab. Guru dapat memperlakukan pembagian tugas kepada siswa, misalnya tugas
piket, menyimpan aneka fasilitas kelas,membuang sampah yang ada di kelas dan
sekitarnya, menjadi ketua kelas, menjadi bendahara kelas, menjadi penghubung
dengan pihak luar, dan sebagianya.
e. Universalitas memberlakuan aturan.
Aturan yang dibuat, misalnya tata tertib kelas berlaku untuk semua siswa, tanpa
terkecuali. Siswa yang melanggar aturan di beri sanksi, apa pun bentuk sanksi
itu. Siswa yang mengerjakan tuga-tugas sekolah diberi apresiasi sesuai dengan
hasil kerjanya. Dalam proses penilaian, guru harus objektif dan transparan
kepada semua siswa, tanpa terkecuali.
f. Penerapan prinsip keadilan. Daalam
memberikan penilaian,penghargaan, bahkan sanksi, guru harus adil kepada
siswanya. Adil tidak selalu berarti sama rata, tetapi merupakan penimbangan
atas hak dan kewajiban mereka.
g. Pembentukan kelompok siswa seminat
atau sehobi. Usaha ini dapat diwadahi melalui kegiatan ekstrakulikuler. Bukan
tidak mungkin juga dilakukan pengelompokan siswa menurut minatnya pada mata
pelajaran.
h. Pendesainan ruangan yang
menyenangkan. Ruang belajar tidak harus mewah, tetapi penataannya harus
menyenangkan. Dengan tata ruang yang menyenangkan, semua anak akan merasakan
nyamannya belajar. Kondisi ruangan yang tidak menyenangkan menjadi salah satu
penyebab rendahnya hasil belajar siswa, bahkan bukan tidak mungkin mereka putus
sekolah.
5. Menajemen kelas dipandang sebagai
upaya pemberdayaan (empowering) sebuah sistem sosial atau proses
kelompok belajar siswa (group processess) sebagai intinya. Sistem sosial
dimaksud bisa dipandang “bersahaja” dan bisa distrukturkan. Kata “bersahaja”
bermakna bahwa siswa berada pada posisi danmemiliki status yang sama dengan
rekan-rekannya. Kata ini juga bisa bermakna dalam krengka proses pembelajaran,
di mana siswa memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk belajar di kelas
dengan memanfaatkan potensi yang ada. Kata “ distrukturkan” mengundang makna
bahwa di kelas itu ada ketua kelas, wali ketua kelas, kelompok siswa menurut
piket harian, dan lain-lain. Oleh karenna itu, manajemen kelas dapat
didefinisikan. (Sudarwan, 2011:99-106)
Dimensi-dimensi
Belajar yang Efektif
Kondisi-kondisi
tertentu sebuah lembaga pendidikan menentukkan performa akademik siswa.
Konsistensi guru, jadwal pelajaran yang terstruktur, pengaajaran yang menantang
secara intelektual, lingkungan yang berorientasi kerja, kosentrasi pada hal
terbatas dalam setiap jam pelajaran, komunikasi yang maksimal antara guru dan
murid, menyimpan data individual anak (record-keeping), keterlibatan orang tua,
dan suasana positif merupakan factor-faktor kondisional yang mempengaruhi
prestasi akademik siswa. Empat faktor lain yang tak kalah penting adalah adanya
rasa senang yang dimiliki siswa terhadap madsarah, ekspektasi yang tinggi,
perhatian dan sikap adil seorang guru, dan hubungan yang positif antar sesame
teman.
Proses belajar siswa
sangat dipengaruhi oleh bagaiman siswa memandang performance guru mereka.
Kepribadian guru seperti member perhatian hangat dan suportif (member
semangat), diyakinkan memberikan motivasi dan pada gilirannya meningkatkan
prestasi siswa. Empati yang tepat seorang guru kepada siswanya menghasilkan
signifikan dalam prestasi akademik mereka.
Jika seorang guru ingin mendapatkan responb atau kerja sama dari siswa,
maka ia perlu membangun persepsi yang positif tentang dirinya. Lebih jauh, rasa
hormayt dan kasih saying yang ditunjukkan oleh seorang guru merupakan syarat
utama kesuksesan soiswa. Seperti orang dewasa, pemenuhan aspek psikologi siswa
tersebut akan membuat mereka berusaha menunjukkan kemampuan terbaik yang bisa
mereka lakukan dan secara otomatis meningkatkan prestasi mereka.
Seseorang guru yang
humoris bertindak sebagai seorang manusia biasa disamping sebagai seorang guru
dan meneruh rasa hormat dan penghargaan kepada siswa merupakan faktor yang
menentukkan persepsi siswa terhadap kemampuan guru menciptakan atmosfir yang
kondusif untuk belajar. Dalam suasana yang demikian, siswa merasa leluasa
bertanya dan memberikan komentar mendekati guru untuk melakukan pembicaraan
face-to face, dan secara keseluruhan membuat ruang kelas menjadi penuh semangat
dan antusias. Mengembangkan kemampuan berhubungan antara orang-perorangan,
menjadi tanggap terhadap emosional siswa berarti memasuki zone belajar (realm
of learning) yang sesungguhnya.
a. Harapan
yang Tinggi
Seseorang
akan sukses jika ia merasa yakin bahwa ia akan sukses. Demuikian juga, seseorangh
akan mengalami kegagalan jika ia menyangka bahwa ia akan gagal. Sejatinya,
keyakinan atau harapan sangat membantu siswa berkembang bahkan melampaui apa
yang biasa mereka capai.
Harapan atau keyakinan
tidak harus dating dari diri sendiri tapi juga dapat dari orang lain, dari
harapan-harapan, doa-doa dan keyakinan orang lain baik dari orang tua, teman,
guru atau siapa saja. Secara psikologis, seseorang akan melakukan apa yang orang
lain harapkan untuk ia lakukan. Demikianlah, ekspetasi (harapan) seorang guru
secara ositif berpengaruh terhadap kesuksesan siswa.
Ekspetasi juga harus
diberikan secra seimbang dan juga rasional. Sebab, harapan atau kepercayaan
yang berlebihan bisa menurunkan prestasi siswa. Harapan yang tidak rasional,
yang biasa terjadi ketika ekspetasi melampaui tingkat kemampuan siswa,
kemungkinan besar mengakibatkan rasa keterasingan dan kegagalan, ketimbang
meningkakan performa mereka. Karenanya, tantangannya adalah bagaiman madrasah
menemukan keseimbangan, menguak potensi siswa tanpa secara berlebihan memacu
mereka justru merasa khawatir mengalami kegagalan.
b. Melibatkan
Siswa
Siswa akan belajar
dengan efektif bila kurikulum dikembangkan secara gradual berdasarkan kebutuhan
dan kepentingan siswa. Siswa yang memiliki masalah dengan perilaku merasa
tersisihkan jika kurikulum yang diajarlkan kepada mereka tidak didesain dengan
kebutuhan mereka dan terlebih jika peraturan-peraturan sekolah (madrasah) tidak
disusun secara fair dan efektif denagn melibatkan mereka. Karena itu dalah
penting melibatkan siswa dalam proses pembuatan keputusan seperti dalam
penyusun kurikulum, pembuatan dan hal-hal yang berkenan dengan penyusunan
materi-materi pembelajaran. Perlibatkan siswa adalah bentuk otonomi siswa yang
memiliki keterkaitan erat dengan kebutuhan siswa yang lebih untuk berekspresi,
harga diri, kreativitas, belajar secara konseptual, dan senang terhadap
tantangan. (Ahmad Zayadi,2005:25)
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Konsep mengenai
perilaku bermasalah sangat luas. Ketimbang menyebutkan satu per satu seluruh
perilaku buruk yang memungkinkan terjadi di ruang kelas, lebih baik untuk
mempertimbangkan berdasarkan kategori sehingga dapat dikelola. Berbagai masalah
diantaranya : Masalah kecil, masalah besar tetapi terbatas dalam lingkungan da
efektifnya, dan memperarah atau menyebarkan masalah. Tujuan pengengelolaan
pemecahan masalah memiliki dua tujuan penilaian, yakni; jangka panjang dan
jangka pendek.
2.
Secara
tradisional kelas didefinisikan sebagai setiap usaha pendidik untuk
mempertahankan disiplin atau keterlibatan kelas.konsepsi ini dibangun dengan
asumsi bahwa kelas yang disiplin, tempat peserta didik masuk tepat waktu, duduk
pada tempat yang telah ditentukan, patuh secar penuh terhadap pendidik, tidak
melirik kea rah kiri dan kanan, menerima kehadiran pendidik dengan penuh
kepatuhan, tidak ada suara gaduh, merupakan faktor untuk menyukseskan kegiatan
pembelajaran.
3.
Konsep modern memandang manajemen kelas sebagai proses
perorganisasikan segala sumber daya kelas bagi terciptanya proses pembelajaran
yang efektif dan efisien. Sumber daya itu diorganisasikan untuk memecahkan
aneka masalah yang menjadi kendala proses pembelajaran, sekaligus membangun
situasi kelas yang kondusif secara terus-menerus. Tugas guru di sini adalah
menciptakan, memperbaiki, dan memelihara yang situasi kelas yang cerdas.
B.
Saran
17
|
DAFTAR
PUSTAKA
Badrudin. (2014). Manajemen
Pendidikan Islam. Bandung : Indeks
Carolyn,dkk. (2011). Manajemen
Kelas. Jakarta
: Kencana
Zayadi Ahmad. (2005). Desain Pengembangan Madrasah. Jakarta : DIRJEN Kelembagaan Agama Islam.
Sudarwan,dkk. (2011). Administrasi
Sekolah dan Manajemen Kelas.
Bandung
: CV. Pustaka Setia.
keren makalah nya....
BalasHapuskapan " bisa copas kalo di butuhkan y...
hehe
ok siip ka sama-sama :-)
BalasHapus